Kamis, 20 April 2023

TUHAN dan TUAN

TUHAN dan TUAN

Makanan keras!



باسم الآب والابن والروح القدس، الإله الواحد، آمين

Bismil Aabi wal Ibni war Ruuhil Qudus, Al-Ilahil Waahid. Aamiin.


Seluruh kata dalam Alkitab yang berasal dari Alkitab Ibrani dan Aram: Elohim, Elohey, El, Alaha, Aloho dan dari Alkitab Yunani: Theos, baiknya diterjemahkan sebagai "Tuhan" dan bukan "Allah", sebab orang Indonesia pada umumnya memahami kata "Tuhan" sebagaimana "God" dalam bahasa Inggris yang berarti "Sembahan" atau "Dia yang disembah". Merujuk kepada Sang Pencipta yang adalah Pencipta dan Pemilik segala sesuatu, Sang Penyebab yang tidak disebabkan (Kausa Prima). Sedangkan kata dari Alkitab Ibrani dan Aram: Adon, Adonay, Mar, Marya, Moryo dan dari Alkitab Yunani: Kurios, baiknya diterjemahkan sebagai "Tuan" maupun "Majikan".


Realita di Indonesia ada perbedaan penerjemahan terkait istilah-istilah tersebut diantara Kristen dan Islam. Kristen di Indonesia memaknai kata "TUHAN" sebatas ADON/ADONAI/MAR/MARYA/MORYO/KURIOS/ADONAI yakni jabatan kepenguasaan yang berarti "Tuan/Majikan", karena memang kata "TUHAN" secara etimologi berasal dari kata "Tuan" dalam bahasa Melayu. Sedangkan istilah untuk Sembahan/Dia yang disembah dalam Kristen digunakan kata "ALLAH/GOD". Kata "Allah" dengan demikian oleh seluruh umat Kristen (termasuk di dunia Arab) tidak dimaknai sebagai Nama Diri Sang Pencipta melainkan hanya sebatas sebutan. So, God/Sembahan/Allahnya Kristen adalah bernama "YHWH" sesuai dengan Nama Sang Pencipta yang diwahyukan oleh Sang Pencipta sendiri kepada Nabi Musa. Berbeda dengan Muslim di Indonesia, Muslim di Indonesia memaknai kata "TUHAN" sebagai GOD yakni Sembahan/Dia yang disembah sebagaimana umumnya yang menjadi pemahaman orang-orang Indonesia. Sedangkan istilah "Allah" bagi Muslim dimaknai sebagai Nama Diri dari TUHAN/GOD/SEMBAHANNYA. Oleh karena itulah "لا إله إلا الله Laa ilaha illallah" diterjemahkan sebagai "Tidak ada TUHAN (GOD/SEMBAHAN) selain ALLAH". Jadi kata Allah bagi Muslim tidak dapat dikasih embel-embel kepemilikan: nya, kita, mereka, ku, mu. Yang dapat dikasih embel-embel yang demikian adalah kata "ilah" seperti: ilahika, ilahina, dst. Makanya ayat dalam Injil terjemahan bahasa Indonesia di bawah ini, jika dibaca oleh Saudara-saudari Muslim menimbulkan kesalah-pahaman dengan dianggap tidak masuk logika:


Kata perempuan (Samaria) itu kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tidak punya timba dan sumur ini amat dalam; dari manakah Engkau memperoleh air hidup itu? (Yohanes 4:11).


Bagi Saudara-saudari Muslim atau beberapa umat Kristen yang memaknai kata "TUHAN" sebagai God akan timbul pertanyaan begini.. "Bukankah ayat ini janggal? Bagaimana mungkin YESUS yang dalam dialog tersebut belum dipercaya oleh perempuan Samaria sebagai Mesias/Masyiakh/Kristus/Al-Masih, tapi kok sudah dianggap sebagai TUHAN oleh perempuan Samaria?? Dipercaya sebagai Mesias saja pun belum bagaimana dapat dipercaya sebagai TUHAN/GOD/SEMBAHAN/SANG PENCIPTA itu??" Masih banyak ayat-ayat dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia yang menimbulkan reaksi serupa jika kata "TUHAN" dalam Alkitab dibaca dengan pemaknaan sebagai GOD/Sembahan. Namun bagi seorang Kristen tentu tidak ada masalah terkait terjemahan ayat tersebut dan tentu logis, sebab terkait kata "TUHAN" dimengerti oleh orang Kristen sebagaimana telah dijelaskan di atas.


Namun alangkah baiknya jika terjemahan Alkitab dan semua literatur Kristen di Indonesia terkait kata: Elohim/Elohey/El/Theos/Alaha/Aloho diterjemahkan sebagai "Tuhan" dengan dimaknai sebagaimana "God/Sembahan" dan kata Adon/Adonay/Kurios/Mar/Marya/Moryo diterjemahkan sebagai "Tuan/Majikan", maka saya percaya akan lebih baik dan mudah untuk saling memahami diantara Kristen dan Islam karena jelas bedanya. Lalu tentunya akan timbul pertanyaan, jika demikian, maka sebutan untuk Yesus dalam bahasa Indonesia menjadi "Tuan Yesus" donk? Yups. Jika demikian Yesus hanya dianggap sebagai sebatas manusia biasa saja? Berpengaruh pada aqidah/dogma maupun teologi donk?! Jawaban saya: No! Kepercayaan akan keilahian Yesus tidak selalu dinyatakan maupun bersandar pada panggilan/sebutan-Nya, melainkan lebih kepada hakikat Jati Diri-Nya yang sejak semula adalah Firman Sang Khaliq yang kekal yang tak terpisahkan dari Ousia (Dzat)-Nya. Memang dalam kemanusiaan dan kepenguasaan-Nya Ia dipanggil/disebut sebagai: Tuan, Majikan, Gusthi, Ndoro, Sayyid, Robb, Rabbi maupun Guru. Jadi tidak ada yang berubah, kita memiliki Tuan maupun Majikan yang Ilahi dan Tuan kita berkuasa di Sorga dan di bumi, karena tak lain, Tuan kita Yesus itu "Tuhan/God" Semesta Alam (Ilahil Junuud/Elohey Tsevaot) itu sendiri. Dia yang nuzul ke bumi sebagai Manusia yang kudus dan memiliki keindahan dalam segala aspek kemanusiaan-Nya.


Pada mulanya Tuhan menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Tuhan melayang-layang di atas permukaan air.

(Taurat, Kejadian 1:1-2)


Lalu Musa berkata kepada Tuhan: "Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Tuhan nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang Nama-Nya? — apakah yang harus kujawab kepada mereka?" Firman Tuhan kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu." Selanjutnya berfirmanlah Tuhan kepada Musa: "Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: YHWH, Tuhan nenek moyangmu, Tuhan dari Abraham, Tuhan dari Ishak dan Tuhan dari Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun. Pergilah, kumpulkanlah para tua-tua Israel dan katakanlah kepada mereka: YHWH, Tuhan nenek moyangmu, Tuhan dari Abraham, Ishak dan Yakub, telah menampakkan diri kepadaku, serta berfirman: Aku sudah mengindahkan kamu, juga apa yang dilakukan kepadamu di Mesir.

(Taurat, Keluaran 3:13-16)


"Pada mulanya adalah Firman. Firman itu bersama-sama dengan Tuhan dan Firman itu adalah Tuhan. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Tuhan. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Tuhan, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya;

orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Tuhan. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran"

(Injil Yohanes 1:1-3,10-14)


Mungkin demikian pemaknaan Kristen selama ini tentang istilah "TUHAN" yang berarti gelar kepenguasaan secara etimologi yang berasal dari kata "Tuan" memanglah benar adanya. Namun saat ini mayoritas orang Indonesia memahami istilah "Tuhan" tidak sebatas "Lord" akan tetapi "God". Banyak sekali saya jumpai orang Kristen di banyak tempat baik yang tua maupun muda sudah terbiasa memaknai kata "Tuhan" sebagai God. Jadi mengapa kita tidak memaknai dan menggunakan terjemahan demikian saja dalam setiap literatur kita agar terjadi kesaling-pahaman antara Kristen dan Islam walau fahamnya berbeda? Toh samasekali tidak berpengaruh kepada Hakikat Yesus maupun Jati Diri-Nya.


Keilahian Yesus toh diperteguh juga dengan adanya begitu banyak gelar-gelar yang sangat agung dan mulia yang dinyatakan-Nya sendiri yang terekam dalam Alkitab. Semua ini tentunya semakin memperjelas bahwa Dia tidak hanya sebatas manusia. Diantara gelar-gelar tersebut adalah sebagai berikut:

ANAA, ROBB, Malikul Muluuk, Robbul arbaab, Ath-Thoriiq, Al-Haqq, Al-Hayaah, Al-Qiyaamah, Al-Awwal, Al-Aakhir, Mukhollishul 'Aalam, Nuurul 'Aalam, Al-Baab, Khubzul Hayaah, Al-Karmatul Haqiiqiyyah, Ar-Roo'ish Shoolih, Al-Kalimah, Man Yakhluq [Yang Menciptakan] (Yoh. 1:3; 1 Kor. 8:6; Ibr. 1:2; 2:10), DST..


Tuhan memberkati..

Sabtu, 25 Februari 2023

ASH-SHOUM AL-KABIIR

MASA PRAPASKAH


Bismil Aab wal Ibn war Ruuhil Qudus, Al-Ilahil Waahid. Aamiin.

باسم الآب والابن والروح القدس، الإله الواحد، آمين

Prapaskah= Pertaubatan dengan laku askese (bermati raga).

כִּי-עָפָר אַתָּה, וְאֶל-עָפָר תָּשׁוּב

Ki-'afar attah, we-el-'afar ttasyuv

لِأَنَّكَ تُرَابٌ، وَإِلَى تُرَابٍ تَعُودُ

Li-annaka turoob, wa ilaa turoobin(g) ta'uud

Artinya:

sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.

(Beresyit/At-Takwiin/Kejadian/Purwaning Dumadi 3:19)

1. PUASA

DUA CARA PUASA KRISTIANI

Pertama,Tidak makan maupun minum barang sedikit pun dari tengah malam hingga matahari terbenam. Selama 40 hari.

Kedua, Makan kenyang satu kali sehari. Di luar itu boleh makan dan minum namun tidak kenyang. Selama 40 hari.


2. PANTANG

Berpantang dengan mengurangi atau meninggalkan hal-hal maupun aktivitas yang disukai: merokok, nongkrong, klayapan, ngemil, ngafe, bermain gadget (hp, tablet, laptop, dst), nonton tv, makanan-makanan yang mengandung lemak hewani, DST.


3. INTENSITAS DOA MENINGKAT

Tingkatkan intensitas doa (Misa, Doa Pribadi, Devosi Pribadi, Ibadat, Misa). Jika orang Kristen Katolik memiliki kewajiban doa pribadi 2-3 kali sehari maka perlu ditingkatkan.


4. PEMBACAAN FIRMAN TUHAN

Membaca Firman Tuhan dalam Alkitab lebih sering agar semakin mengerti Kehendak-Nya.


5. MENYISIHKAN UANG MAKAN

Sisihkan uang makan oleh puasa kita untuk amplop APP guna membantu Saudara-saudari kita yang membutuhkan.


6. PERBUATAN BAIK

Meningkatkan maupun memperbanyak perbuatan baik kepada sesama manusia.

Puasa pada hakikatnya adalah hubungan diantara Allah dan manusia dan manusia dengan manusia, bukan hubungan diantara manusia dengan makanan. Seiring dengan tidak makan dan minumnya kita serta berpantangnya kita, diharapkan hati dan akal budi kita pun mengikuti, kita dapat mengendalikan/mengontrol diri maupun mentransformasi hati dan akal budi agar semakin tertuju kepada Allah dan Kehendak-Nya. Oleh karena itu puasa adalah waktu yang lebih difokuskan untuk kerohanian dan hidup bagi sesama. Ibarat roh berkata kepada daging,"Ini waktuku dan bukan waktumu". Setahun ada 365 hari, kita gunakan 40 hari untuk lebih memfokuskan diri pada Kekasih Ilahi kita dan Kehendak-Nya.


Seorang Santo pernah berkata,"Mereka yang tidak berpuasa mulutnya dari makanan, berpuasa lidahnya dari perkataan-perkataan jahat/sia-sia, dan berpuasa hatinya dari syahwat/nafsu kedagingan, maka puasanya adalah kosong". Bahkan lebih ekstrim lagi dikatakan bahwa dia yang tidak pernah berpuasa maka dia tidak pernah berhenti dari berbuat dosa. Bukan berarti orang yang berpuasa adalah orang yang tidak pernah berdosa atau orang yang berpuasa adalah selalu orang-orang yang benar, melainkan dengan berpuasa kita yang penuh kelemahan ini menyadari akan kerapuhan kita, mengekang diri kita, mengekang segala nafsu yang berpotensi menjatuhkan diri kita pada berbagai jenis dosa sehingga melaluinya kita dapat didamaikan dengan Allah dan semakin memiliki hubungan yang semakin erat dengan-Nya. Dengan demikian TUHAN berjanji bahwa terang kita akan merekah seperti fajar dan luka kita akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depan kita dan kemuliaan TUHAN barisan belakang kita. Kita akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, kita akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila kita tidak lagi mengenakan kuk kepada sesama dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila kita menyerahkan kepada orang lapar apa yang kita inginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terang kita akan terbit dalam gelap dan kegelapan akan seperti rembang tengah hari. 

TUHAN akan menuntun kita senantiasa dan akan memuaskan hati kita di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatan kita; kita akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan (Yes. 58:8-11). 


Puasa yang benar semakin membuat kita rendah hati, penuh kasih, mengendalikan diri (perkataan, pikiran, perbuatan), sabar, memberikan diri bagi sesama, dan hidup dalam segala buah-buah roh. Puasa yang tidak benar adalah seperti contoh puasa yang dilakukan oleh beberapa orang Farisi di zaman Yesus maupun beberapa orang Yahudi dalam Kisah Para Rasul, yakni: merasa tinggi hati, merasa lebih suci dibanding yang lain, mengubah air muka dengan tujuan agar dipuji orang, menghakimi, dan memiliki motivasi jahat (Lih. Luk. 18:10-14; Mat. 6:16; Kis. 23:14).


Tambahan: Hari Minggu tidak berpuasa dikarenakan Dies Domini/Yaumur Robb (Hari Tuhan) atau Hari Kemenangan.


Duc in Altum

Dominus vobiscum..