Kedewasaan Iman Masihiyyah (Kristiani) dengan Hikmah Al-Masih Yasu'a (Hikmat/Kebijaksanaan/Pikiran Kristus Yesus)
Assalaamu ma'akum wa Mahabbatu wa Ni'matu Robbunaa wa Mukhollishunaa Yasuu'al Masiihi wa Kholaashuh (Semoga damai sejahtera, cinta, dan kasih karunia Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus serta keselamatan daripada-Nya menyertai kamu)☩.
ﺑﺎﺳﻢ ﺍﻵﺏ ﻭﺍﻻﺑﻦ ﻭﺍﻟﺮﻭﺡ ﺍﻟﻘﺪﺱ، ﺍﻹﻟﻪ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪ، ﺁﻣﻴﻦ
Disaat kita masih bayi susulah yang menjadi makanan sekaligus minuman kita sehari-hari, dan ketika kita beranjak balita naiklah kita ketingkat selanjutnya dengan memakan bubur dan selanjutnya makan makanan yang lebih keras seperti nasi, sayur, daging, tempe, tahu, dst. Segalanya memerlukan proses pendewasaan hingga sampai kepada kedewasaan itu sendiri, begitu pula halnya dengan iman. Iman memiliki tahapan-tahapan hingga iman itu sampai pada iman yang murni dan berbuah roh. Sebagai pengikut-pengikut Al-Masih (Kristus) kita ditekankan untuk bisa memiliki Hikmah Al-Masih (Pikiran Kristus) yaitu pikiran yang dewasa di dalam iman yang murni. Semasa hidup-Nya di bumi 2000 tahun silam, Sang Firman Allah (YESUS) telah banyak mengajarkan pada kita tentang arti iman yang dewasa dalam kemurnian dan buah-buah roh. Misal saja supaya kita tidak menilai seseorang dari apa yang nampak saja (luarnya), namun kita harus mempertimbangkan segala sesuatunya. Kita juga tidak diperkenankan untuk menghakimi karena kita sendiri tidak luput dari dosa dan salah. Lagipula jika kita menghakimi sesama kita, kita pun akan dihakimi seturut ukuran yang kita gunakan untuk mengukur orang lain. Janganlah kita melihat selumbar di mata saudara kita, padahal ada balok di mata kita. Artinya jangan seenak hati menghakimi kesalahan-kesalahan kecil orang lain, karena siapa tahu kita sendiri memiliki kesalahan yang lebih besar. Kristus mengajak kita untuk selalu introspeksi diri dan bertobat. Ada pula contoh lain tentang kedewasaan iman yang Robbana Yasu'a Al-Masih telah ajarkan pada kita. Apakah itu? Tentang bagaimana seharusnya kita berpuasa, berdoa, dan memberi sedekah.
Dalam ibadah apapun termasuk berpuasa hendaklah kita tidak mencari muka di hadapan orang lain demi sebuah pengakuan maupun pujian. YESUS tidak menghendaki kita berpuasa dengan merubah ekspresi muka agar terlihat layu, lesu atau loyo, atau mengumumkan kalau kita sedang berpuasa agar orang tahu kalau kita sedang berpuasa. Dengan demikian yang berlaku buksnlah perkenanan Hati Allah tapi hanya sebatas pujian manusia. YESUS melarang keras sikap berpuasa yang demikian, karena hal itu tak ubahnya laku kemunafikan. Dalam hal berdoa pun Robbana (Tuhan kita) telah mengajarkan agar kita tidak berlaku munafik seperti imam-imam Yahudi di zaman YESUS. Mereka berdoa hanya supaya dilihat orang dan bukan karena mencari perkenanan Hati Allah. Mereka melakukan doanya di tempat-tempat keramaian seperti di pinggir-pinggir jalan, di pasar-pasar dan seterusnya. Mereka sudah mendapat upahnya sebatas pujian manusia. Selanjutnya dalam hal bersedekah/memberi, Tuhan memberikan sebuah perumpamaan bahwa jika kita memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kiri kita apa yang diperbuat oleh tangan kanan kita. Artinya apa??? Pada prinsipnya semua ibadah kita, baik itu berpuasa, berdoa, dan bersedekah haruslah dilakukan dengan motivasi yang benar, yakni dengan keikhlasan, kasih, ketulusan, dan tidak mencari pujian manusia melainkan perkenanan Hati TUHAN. Tuhan sudah berkata jika kita beribadah atas dasar mencari muka atau pujian manusia, kita sudah mendapat upah yakni sekedar pujian manusia. Dalam hal berpuasa pun Tuhan mengajarkan agar disaat berpuasa kita cukup diam dan rendah hati, tidak perlu menggembar-gemborkan, mencuci muka kita, dan meminyaki rambut kita, raut muka dibuat bugar agar tidak terlihat kalau kita sedang berpuasa. Dalam hal shalat (berdoa), Tuhan menghendaki agar kita masuk kamar dan mengunci pintu lalu mulai berdoa. Jangan sebersit pun terlintas dalam pikiran kita disaat beribadah untuk mencari pengakuan maupun pujian manusia. Sekali lagi itu tidak akan mendatangkan rahmat TUHAN. Masih banyak yang Robbana Yasu'a Al-Masih (Tuhan kita Yesus Kristus) ajarkan tentang bertindak dalam iman yang dewasa dan yang murni. Saya tambahkan lagi diantaranya adalah dalam hal kasih. Yesus mengajarkan kasih yang agung, kasih yang tidak biasa namun luar biasa, kasih yang sangat super. Kasih dunia mengajarkan pada kita untuk mengasihi orang yang mengasihi kita, mengasihi orang yang menguntungkan kita, seperti dalam sebuah lirik lagu "Ada uang Abang disayang tidak ada uang Abang ditendang". Tapi bagaimana dengan kasih oleh Hikmah Al-Masih (Hikmat/Kebijaksanaan/Pikiran Kristus)??? Hikmah Al-Masih mengajarkan agar kita tidak hanya mengasihi orang-orang yang mengasihi kita tapi kita juga diperintahkan untuk mengasihi musuh-musuh kita. Kita diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang yang membenci kita, dan mendoakan bagi orang yang mengutuk maupun mencaci maki dan menganiaya kita. Robbana Al-Masih berkata,"Apa lebihnya jika kita mengasihi orang yang mengasihi kita? Bukankah jika demikian kita sama dengan mereka yang tidak mengenal Allah?
Tapi sebagai orang-orang yang telah diangkat sebagai anak-anak Allah, umat Masihiyyan (Pengikut Kristus) harus memiliki Hikmah Al-Masih Yasu'a (Hikmat/Kebijaksanaan/Pikiran/Kristus Yesus). Memang berat melakukannya tapi itulah perintah Robbana Al-Masih kepada kita. Alkitabul Muqoddas berkata,"Tidak ada yang mustahil bagi orang percaya." Lebih dalam lagi tentang kedewasaan iman sebagai orang-orang Masihiyyan/Kristen, kita dapat pula belajar dari Rasul-Rasul Al-Masih di dalam Surat-Surat mereka di dalam Alkitabul Muqoddas. Surat-surat tersebut di dalamnya berisi banyak ajaran-ajaran yang mengarahkan kita agar memiliki kedewasaan iman Masihiyyah (Kristiani). ebagai umat Al-Masihiyyin kita harus menyikapi segala sesuatu di dalam kedewasaan iman yang berdasarkan Hikmah Al-Masih. Jika seandainya ada orang-orang diluar iman dan tidak menghidupi iman Al-Masihiyyah (Kristiani) itu sendiri karena kefasikan hatinya menuduh atau memitnah iman kita, maka cukuplah kita sikapi dengan iman yang dewasa di dalam Hikmah Al-Masih. Iman Kristen itu ibarat Terang, disaat orang belum beriman Kristen bisa jadi mereka tinggal di dalam kegelapan atau tinggal di dalam kebenaran tapi kebenaran yang setengah-setengah tapi ketika mereka menerima Kristus dan menghidupi iman Kristen mereka sudah tinggal di dalam seluruh kebenaran dan Terang. Misal jika ada orang-orang yang fasik hatinya diluar iman menuduh dan memitnah kita dengan mengatakan orang-orang Kristen merayakan Natal yaitu hari kelahiran dewa matahari karena tanggal 25 Desember adalah tanggal ulang tahun dewa matahari dan bukan tanggal kelahiran Kristus atau orang-orang yang fasik hatinya menuduh dan memitnah orang-orang Kristen memberhalakan pohon Natal. Mendengar tuduhan-tuduhan semacam itu saya hanya bisa tersenyum ^.^ karena melihat cara pikir mereka yang sama seperti bayi yang masih meminum susu dan belum waktunya memakan makanan keras seperti nasi. Tapi memang benar
mereka belum dewasa karena mereka tidak menghidupi iman Al-Masihiyyah
ataupun memiliki Hikmah Al-Masih. Mereka belum waktunya menerima Terang
Yesus Kristus sebab mereka masih tinggal di dalam kegelapan dan jauh
dari iman yang dewasa di dalam Pikiran Kristus. Semoga hidayah Yesus
Kristus menerangi hati dan pikiran mereka. Amin. Iman Kristen datang
ibarat Terang telah muncul dan menghalau serta menggantikan setiap yang
gelap. Maksudnya adalah ketika sebuah bangsa masih berjalan dalam
ajaran-ajaran mereka yang tanpa pengenalan akan kebenaran Kristus, iman
Kristen telah datang untuk menerangi dan mengosongkan setiap ajaran
mereka yang salah dan menggantikannya dengan terang dan kebenaran.
Menyikapi fitnahan orang-orang yang fasik hatinya bahwa kita umat
Al-Masihiyyin (Kristen) merayakan kelahiran dewa matahari karena
tanggalnya bertepatan dengan hari lahir dewa matahari, terlebih dulu
kita bertanya pada mereka.. Adakah kami mengagungkan atau menyebut
sekalipun nama dewa matahari disaat ibadah Misa Natal sedang
berlangsung? Sama sekali tidak pernah. Lalu kenapa kalian bersikukuh
menuduh kami merayakan hari kelahiran dewa matahari hai kalian
orang-orang yang fasik hati yang tanpa mencari tahu apa yang kami imani
disaat merayakan Misa Natal????! Sebenarnya ketidakjujuran dan
kedegilan hati merekalah yang membuat mereka tidak bisa mengerti apa
yang sedang berlangsung disaat Misa Natal yang di dalamnya sangat jelas
merayakan kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat Dunia, yaitu Sang
Firman Allah yang telah nuzul ke dunia sebagai seorang Manusia Yang
Agung. Natal bukan masalah tanggal tapi Natal adalah tentang rasa syukur
kita karena Sang Juruselamat umat manusia bagi segala bangsa telah
datang ke dalam dunia. Dia telah datang ke dunia turut merasakan apa
yang kita rasajan kecuali dalam hal dosa. Natal bukan masalah hari yang
tepat kapan Dia lahir sebagai manusia tapi lebih dari semua itu Natal
adalah syukur kita karena Dia Yang Teramat Mulia berkenan datang ke
dunia mengajarkan kepada kita banyak arti kerendahan hati, arti kasih
sejati, arti kesabaran, arti pengampunan, arti memberi, arti ketaatan,
arti belas kasih, arti murah hati, arti lemah lembut, dll. Awalnya
ketika Terang Iman Kristen dari Timur Tengah belum sampai ke Roma dan
masyarakat Roma masih hidup di dalam jalan kegelapan mereka dengan
kepercayaan kepada dewa-dewa termasuk dewa matahari, maka Buthrus
ar-Rasul yaitu Rasul Tuhan kita datang ke Roma membawa Cahaya Kebenaran
Besar maka semua kepercayaan dan tradisi penduduk Roma yang dulu mulai
dikosongkan dan digantikan dengan Terang Yesus Kristus, termasuk tanggal
25 tidak menjadi hari ritual gelap tentang dewa matahari lagi tapi
Ibadah kepada Sang Terang. Jadi ada pengosongan tradisi kepercayaan yang
lama yang tidak benar diganti dengan diisi Tradisi kebenaran, inilah
maksud Natal tanggal 25 Desember bukan untuk memperingati kelahiran dewa
matahari seperti tuduhan dan fitnahan orang-orang yang fasik dan degil
hatinya yang kurang paham. Mengenai Pohon Natal kurang lebih adalah sama
sebagaimana penjelasan tentang Natal tanggal 25 Desember itu yaitu
tentang kegelapan diganti terang atau tradisi yang salah dikosongkan dan
diganti dengan arti nilai-nilai kebenaran iman Al-Masihiyyah (Kristiani).
Dulu di Jerman ada sebuah desa yang percaya kepada pohon besar,
masyarakat sekitar menyembahnya sebagai dewa Thor. Menurut kepercayaan
mereka setiap setahun sekali harus dipersembahkan kepala anak kecil
dengan dipukul dengan palu di bawah pohon dewa Thor supaya kepalanya
pecah dan darah membasahi akar-akar pohon Thor itu, dengan demikian
menurut kepercayaan mereka akan memuaskan dewa Thor dan supaya dewa Thor
memberi hujan dan hasil panen yang melimpah. Malam itu adalah tahun
untuk mempersembahkan kepala anak kecil bagi dewa Thor waktunya
bertepatan dengan malam Natal. Inilah awalnya Pohon Natal itu... Dengan
rombongan pengikutnya yang setia, St. Bonifasius sang Usquf sedang melintasi hutan dengan menyusuri suatu jalan setapak Romawi kuno pada suatu Malam Natal. Salju menyelimuti permukaan tanah dan menghapus jejak-jejak kaki mereka. Mereka dapat melihat napas mereka dalam udara yang dingin menggigit. Meskipun beberapa di antara mereka mengusulkan agar mereka segera
berkemah malam itu, St. Bonifasius mendorong mereka untuk terus maju dengan berkata, “Ayo, saudara-
saudara, majulah sedikit lagi. Sinar rembulan menerangi kita sekarang ini dan jalan setapak enak dilalui. Aku
tahu bahwa kalian capai; dan hatiku sendiri pun rindu akan kampung halaman di Inggris, di mana orang-orang yang aku kasihi sedang merayakan
Malam Natal. Oh, andai saja aku dapat melarikan diri dari lautan Jerman yang liar dan berbadai ganas ini ke dalam pelukan tanah airku yang aman dan damai! Tetapi, kita punya tugas yang harus kita lakukan sebelum kita berpesta malam ini. Sebab sekarang inilah Malam Natal, dan orang-orang kafir di hutan ini sedang berkumpul dekat pohon Oak Geismar untuk memuja dewa mereka, Thor; hal-hal serta perbuatan-perbuatan aneh akan terjadi di sana, yang menjadikan jiwa mereka hitam. Tetapi, kita diutus untuk menerangi kegelapan mereka; kita akan mengajarkan kepada saudara-saudara kita itu untuk merayakan Natal bersama kita karena mereka belum mengenalnya. Ayo, maju terus, dalam nama Tuhan!” Mereka pun terus melangkah maju dengan dikobarkan kata-kata semangat St. Bonifasius. Sejenak kemudian, jalan mengarah ke daerah terbuka. Mereka melihat rumah- rumah, namun tampak gelap dan kosong. Tak seorang pun kelihatan. Hanya suara gonggongan anjing dan ringkikan kuda sesekali memecah keheningan. Mereka berjalan terus dan tiba di suatu tanah lapang di tengah hutan, dan di sana tampaklah pohon Oak Kilat Geismar yang keramat. “Di sini,” St. Bonifasius berseru sembari mengacungkan tongkat uskup berlambang salib di atasnya, “di sinilah pohon oak Kilat; dan di sinilah salib Kistus akan mematahkan palu sang dewa kafir Thor.” Di depan pohon oak itu ada api unggun yang sangat besar. Percikan- percikan apinya menari-nari di udara. Warga desa mengelilingi api unggun menghadap ke pohon keramat. St. Bonifasius menyela pertemuan mereka, “Salam, wahai putera-putera hutan! Seorang asing mohon kehangatan api unggunmu di malam yang dingin.” Sementara St. Bonifasius dan para pengikutnya mendekati api unggun, mata orang- orang desa menatap orang-orang asing ini. St. Bonifasius melanjutkan, “Aku saudaramu, saudara bangsa German, berasal dari Wessex, di seberang laut. Aku datang untuk menyampaikan salam dari negeriku, dan menyampaikan pesan dari Bapa- Semua, yang aku layani.” Hunrad, pendeta tua dewa Thor, menyambut St. Bonifasius beserta para pengikutnya. Hunrad kemudian berkata kepada mereka, “Berdirilah di sini, saudara-saudara, dan lihatlah apa yang membuat dewa-dewa mengumpulkan kita di sini! Malam ini adalah malam kematian dewa matahari, Baldur yang Menawan, yang dikasihi para dewa dan manusia. Malam ini adalah malam kegelapan dan kekuasaan musim dingin, malam kurban dan kengerian besar. Malam ini Thor yang agung, dewa kilat dan perang, kepada siapa pohon oak ini dikeramatkan, sedang berduka karena kematian Baldur, dan ia marah kepada orang-orang ini sebab mereka telah melalaikan pemujaan kepadanya. Telah lama berlalu sejak sesaji dipersembahkan di atas altarnya, telah lama sejak akar-akar pohonnya yang keramat disiram dengan darah. Sebab itu daun-daunnya layu sebelum waktunya dan dahan- dahannya meranggas hingga hampir mati. Sebab itu, bangsa-bangsa Slav dan Saxon telah mengalahkan kita dalam pertempuran. Sebab itu, panenan telah gagal, dan gerombolan serigala memporak-porandakan kawanan ternak, kekuatan telah menjauhi busur panah, gagang- gagang tombak menjadi patah, dan babi hutan membinasakan pemburu. Sebab itu, wabah telah menyebar di rumah-rumah tinggal kalian, dan jumlah mereka yang tewas jauh lebih banyak daripada mereka yang hidup di seluruh dusun-dusunmu. Jawablah aku, hai kalian, tidakkah apa yang kukatakan ini benar?” Orang banyak menggumamkan persetujuan mereka dan mereka mulai memanjatkan puji- pujian kepada Thor. Ketika suara-suara itu telah reda, Hunrad mengumumkan, “Tak satu pun dari hal-hal ini yang menyenangkan dewa. Semakin berharga persembahan yang akan menghapuskan dosa-dosa kalian, semakin berharga embun merah yang akan memberi hidup baru bagi pohon darah yang keramat ini. Thor menghendaki persembahan kalian yang paling berharga dan mulia.” Dengan itu, Hunrad menghampiri anak-anak, yang dikelompokkan tersendiri di sekeliling api unggun. Ia memilih seorang anak laki-laki yang paling elok, Asulf, putera Duke Alvold dan isterinya, Thekla, lalu memaklumkan bahwa anak itu akan dikurbankan untuk pergi ke Valhalla guna menyampaikan pesan rakyat kepada Thor. Orang tua Asulf terguncang hebat. Tetapi, tak seorang pun berani berbicara. Hunrad menggiring anak itu ke sebuah altar batu yang besar antara pohon oak dan api unggun. Ia mengenakan penutup mata pada anak itu dan menyuruhnya berlutut dan meletakkan kepalanya di atas altar batu. Orang-orang bergerak mendekat, dan St. Bonifasius menempatkan dirinya dekat sang pendeta. Hunrad kemudian mengangkat tinggi-tinggi palu dewa Thor keramat miliknya yang terbuat dari batu hitam, siap meremukkan batok kepala Asulf yang kecil dengannya. Sementara palu dihujamkan, St. Bonifasius menangkis palu itu dengan tongkat uskupnya sehingga palu terlepas dari tangan Hunrad dan patah menjadi dua saat menghantam altar batu. Suara decak kagum dan sukacita membahana di udara. Thekla lari menjemput puteranya yang telah diselamatkan dari kurban berdarah itu lalu memeluknya erat-erat. St. Bonifasius, dengan wajahnya bersinar, berbicara kepada orang banyak, “Dengarlah, wahai putera- putera hutan! Tidak akan ada darah mengalir malam ini. Sebab, malam ini adalah malam kelahiran Kristus, Putera Bapa Semua, Juruselamat umat manusia. Ia lebih elok dari Baldur yang Menawan, lebih agung dari Odin yang Bijaksana, lebih berbelas kasihan dari Freya yang Baik. Sebab Ia datang, kurban disudahi. Thor, si Gelap, yang kepadanya kalian berseru dengan sia-sia, sudah mati. Jauh dalam bayang-bayang Niffelheim ia telah hilang untuk selama-lamanya. Dan sekarang, pada malam Kristus ini, kalian akan memulai hidup baru. Pohon darah ini tidak akan menghantui tanah kalian lagi. Dalam nama Tuhan, aku akan memusnahkannya.” St. Bonifasius kemudian mengeluarkan kapaknya yang lebar dan mulai menebas pohon. Tiba-tiba terasa suatu hembusan angin yang dahsyat dan pohon itu tumbang dengan akar-akarnya tercabut dari tanah dan terbelah menjadi empat bagian. Di balik pohon oak raksasa itu, berdirilah sebatang pohon cemara muda, bagaikan puncak menara gereja yang menunjuk ke surga. St. Bonifasius kembali berbicara kepada warga desa, “Pohon kecil ini, pohon muda hutan, akan menjadi pohon kudus kalian mulai malam ini. Pohon ini adalah pohon damai, sebab rumah-rumah kalian dibangun dari kayu cemara. Pohon ini adalah lambang kehidupan abadi, sebab daun-daunnya senantiasa hijau. Lihatlah, bagaimana daun-daun itu menunjuk ke langit, ke surga. Biarlah pohon ini dinamakan pohon kanak- kanak Yesus; berkumpullah di sekelilingnya, bukan di tengah hutan yang liar, melainkan dalam rumah kalian sendiri; di sana ia akan dibanjiri, bukan oleh persembahan darah yang tercurah, melainkan persembahan-persembahan cinta dan kasih.” Maka, mereka mengambil pohon cemara itu dan membawanya ke desa. Duke Alvold menempatkan pohon di tengah-tengah rumahnya yang besar. Mereka memasang lilin-lilin di dahan- dahannya, dan pohon itu tampak bagaikan dipenuhi bintang-bintang. Lalu, St. Bonifasius, dengan Hundrad duduk di bawah kakinya, menceritakan kisah Betlehem, Bayi Yesus di palungan, para gembala, dan para malaikat. Semuanya mendengarkan dengan takjub. Si kecil Asulf, duduk di pangkuan ibunya, berkata, “Mama, dengarlah, aku mendengar para malaikat itu bernyanyi dari balik pohon.” Sebagian orang percaya apa yang dikatakannya benar; sebagian lainnya mengatakan bahwa itulah suara nyanyian yang dimadahkan oleh para pengikut St. Bonifasius, “Kemuliaan bagi Allah di tempat mahatinggi, dan damai di bumi; rahmat dan berkat mengalir dari surga kepada manusia mulai dari sekarang sampai selama- lamanya.” Sementara kita berkumpul di sekeliling Pohon Natal kita, kiranya kita mengucap syukur atas karunia iman, senantiasa menyimpan kisah kelahiran Sang Juruselamat dalam hati kita, dan menyimak nyanyian pujian para malaikat.
Lalu kebaikan apa yang juga bisa dipetik dari tradisi Santo Klaus? Perlu diketahui Santo Klaus nama aslinya adalah Nikolas. Beliau adalah seorang pengikut Yesus Kristus. Kita harus menyikapi tradisi inipun dari kaca mata iman Kristiani yang dewasa di dalam Hikmah Al-Masih (Pikiran Kristus). St. Nikolas adalah seorang yang kaya dan shaleh hatinya, semasa hidupnya dia sangat senang membantu orang-orang yang kesusahan dalam hal ekonomi. Dalam hal memberi beliau menerapkan Sabda Yesus ini,"Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." Oleh karena itu setiap beliau memberi pasti secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan orang lain dengan maksud tidak mencari muka/pujian manusia melainkan perkenanan Hati Allah. Dalam mengabdi Kristus begitu besar teladan iman yang hidup yang Santo Nikolas telah tunjukkan. Semoga Tuhan mendewasakan kita sekalian dalam iman yang sesuai Hikmah Al-Masih. Amin. Selamat Idul Milad (Hari Raya Natal) 2014 dan tahun baru 2015. BERKAH DALEM.
Malam Natal. Oh, andai saja aku dapat melarikan diri dari lautan Jerman yang liar dan berbadai ganas ini ke dalam pelukan tanah airku yang aman dan damai! Tetapi, kita punya tugas yang harus kita lakukan sebelum kita berpesta malam ini. Sebab sekarang inilah Malam Natal, dan orang-orang kafir di hutan ini sedang berkumpul dekat pohon Oak Geismar untuk memuja dewa mereka, Thor; hal-hal serta perbuatan-perbuatan aneh akan terjadi di sana, yang menjadikan jiwa mereka hitam. Tetapi, kita diutus untuk menerangi kegelapan mereka; kita akan mengajarkan kepada saudara-saudara kita itu untuk merayakan Natal bersama kita karena mereka belum mengenalnya. Ayo, maju terus, dalam nama Tuhan!” Mereka pun terus melangkah maju dengan dikobarkan kata-kata semangat St. Bonifasius. Sejenak kemudian, jalan mengarah ke daerah terbuka. Mereka melihat rumah- rumah, namun tampak gelap dan kosong. Tak seorang pun kelihatan. Hanya suara gonggongan anjing dan ringkikan kuda sesekali memecah keheningan. Mereka berjalan terus dan tiba di suatu tanah lapang di tengah hutan, dan di sana tampaklah pohon Oak Kilat Geismar yang keramat. “Di sini,” St. Bonifasius berseru sembari mengacungkan tongkat uskup berlambang salib di atasnya, “di sinilah pohon oak Kilat; dan di sinilah salib Kistus akan mematahkan palu sang dewa kafir Thor.” Di depan pohon oak itu ada api unggun yang sangat besar. Percikan- percikan apinya menari-nari di udara. Warga desa mengelilingi api unggun menghadap ke pohon keramat. St. Bonifasius menyela pertemuan mereka, “Salam, wahai putera-putera hutan! Seorang asing mohon kehangatan api unggunmu di malam yang dingin.” Sementara St. Bonifasius dan para pengikutnya mendekati api unggun, mata orang- orang desa menatap orang-orang asing ini. St. Bonifasius melanjutkan, “Aku saudaramu, saudara bangsa German, berasal dari Wessex, di seberang laut. Aku datang untuk menyampaikan salam dari negeriku, dan menyampaikan pesan dari Bapa- Semua, yang aku layani.” Hunrad, pendeta tua dewa Thor, menyambut St. Bonifasius beserta para pengikutnya. Hunrad kemudian berkata kepada mereka, “Berdirilah di sini, saudara-saudara, dan lihatlah apa yang membuat dewa-dewa mengumpulkan kita di sini! Malam ini adalah malam kematian dewa matahari, Baldur yang Menawan, yang dikasihi para dewa dan manusia. Malam ini adalah malam kegelapan dan kekuasaan musim dingin, malam kurban dan kengerian besar. Malam ini Thor yang agung, dewa kilat dan perang, kepada siapa pohon oak ini dikeramatkan, sedang berduka karena kematian Baldur, dan ia marah kepada orang-orang ini sebab mereka telah melalaikan pemujaan kepadanya. Telah lama berlalu sejak sesaji dipersembahkan di atas altarnya, telah lama sejak akar-akar pohonnya yang keramat disiram dengan darah. Sebab itu daun-daunnya layu sebelum waktunya dan dahan- dahannya meranggas hingga hampir mati. Sebab itu, bangsa-bangsa Slav dan Saxon telah mengalahkan kita dalam pertempuran. Sebab itu, panenan telah gagal, dan gerombolan serigala memporak-porandakan kawanan ternak, kekuatan telah menjauhi busur panah, gagang- gagang tombak menjadi patah, dan babi hutan membinasakan pemburu. Sebab itu, wabah telah menyebar di rumah-rumah tinggal kalian, dan jumlah mereka yang tewas jauh lebih banyak daripada mereka yang hidup di seluruh dusun-dusunmu. Jawablah aku, hai kalian, tidakkah apa yang kukatakan ini benar?” Orang banyak menggumamkan persetujuan mereka dan mereka mulai memanjatkan puji- pujian kepada Thor. Ketika suara-suara itu telah reda, Hunrad mengumumkan, “Tak satu pun dari hal-hal ini yang menyenangkan dewa. Semakin berharga persembahan yang akan menghapuskan dosa-dosa kalian, semakin berharga embun merah yang akan memberi hidup baru bagi pohon darah yang keramat ini. Thor menghendaki persembahan kalian yang paling berharga dan mulia.” Dengan itu, Hunrad menghampiri anak-anak, yang dikelompokkan tersendiri di sekeliling api unggun. Ia memilih seorang anak laki-laki yang paling elok, Asulf, putera Duke Alvold dan isterinya, Thekla, lalu memaklumkan bahwa anak itu akan dikurbankan untuk pergi ke Valhalla guna menyampaikan pesan rakyat kepada Thor. Orang tua Asulf terguncang hebat. Tetapi, tak seorang pun berani berbicara. Hunrad menggiring anak itu ke sebuah altar batu yang besar antara pohon oak dan api unggun. Ia mengenakan penutup mata pada anak itu dan menyuruhnya berlutut dan meletakkan kepalanya di atas altar batu. Orang-orang bergerak mendekat, dan St. Bonifasius menempatkan dirinya dekat sang pendeta. Hunrad kemudian mengangkat tinggi-tinggi palu dewa Thor keramat miliknya yang terbuat dari batu hitam, siap meremukkan batok kepala Asulf yang kecil dengannya. Sementara palu dihujamkan, St. Bonifasius menangkis palu itu dengan tongkat uskupnya sehingga palu terlepas dari tangan Hunrad dan patah menjadi dua saat menghantam altar batu. Suara decak kagum dan sukacita membahana di udara. Thekla lari menjemput puteranya yang telah diselamatkan dari kurban berdarah itu lalu memeluknya erat-erat. St. Bonifasius, dengan wajahnya bersinar, berbicara kepada orang banyak, “Dengarlah, wahai putera- putera hutan! Tidak akan ada darah mengalir malam ini. Sebab, malam ini adalah malam kelahiran Kristus, Putera Bapa Semua, Juruselamat umat manusia. Ia lebih elok dari Baldur yang Menawan, lebih agung dari Odin yang Bijaksana, lebih berbelas kasihan dari Freya yang Baik. Sebab Ia datang, kurban disudahi. Thor, si Gelap, yang kepadanya kalian berseru dengan sia-sia, sudah mati. Jauh dalam bayang-bayang Niffelheim ia telah hilang untuk selama-lamanya. Dan sekarang, pada malam Kristus ini, kalian akan memulai hidup baru. Pohon darah ini tidak akan menghantui tanah kalian lagi. Dalam nama Tuhan, aku akan memusnahkannya.” St. Bonifasius kemudian mengeluarkan kapaknya yang lebar dan mulai menebas pohon. Tiba-tiba terasa suatu hembusan angin yang dahsyat dan pohon itu tumbang dengan akar-akarnya tercabut dari tanah dan terbelah menjadi empat bagian. Di balik pohon oak raksasa itu, berdirilah sebatang pohon cemara muda, bagaikan puncak menara gereja yang menunjuk ke surga. St. Bonifasius kembali berbicara kepada warga desa, “Pohon kecil ini, pohon muda hutan, akan menjadi pohon kudus kalian mulai malam ini. Pohon ini adalah pohon damai, sebab rumah-rumah kalian dibangun dari kayu cemara. Pohon ini adalah lambang kehidupan abadi, sebab daun-daunnya senantiasa hijau. Lihatlah, bagaimana daun-daun itu menunjuk ke langit, ke surga. Biarlah pohon ini dinamakan pohon kanak- kanak Yesus; berkumpullah di sekelilingnya, bukan di tengah hutan yang liar, melainkan dalam rumah kalian sendiri; di sana ia akan dibanjiri, bukan oleh persembahan darah yang tercurah, melainkan persembahan-persembahan cinta dan kasih.” Maka, mereka mengambil pohon cemara itu dan membawanya ke desa. Duke Alvold menempatkan pohon di tengah-tengah rumahnya yang besar. Mereka memasang lilin-lilin di dahan- dahannya, dan pohon itu tampak bagaikan dipenuhi bintang-bintang. Lalu, St. Bonifasius, dengan Hundrad duduk di bawah kakinya, menceritakan kisah Betlehem, Bayi Yesus di palungan, para gembala, dan para malaikat. Semuanya mendengarkan dengan takjub. Si kecil Asulf, duduk di pangkuan ibunya, berkata, “Mama, dengarlah, aku mendengar para malaikat itu bernyanyi dari balik pohon.” Sebagian orang percaya apa yang dikatakannya benar; sebagian lainnya mengatakan bahwa itulah suara nyanyian yang dimadahkan oleh para pengikut St. Bonifasius, “Kemuliaan bagi Allah di tempat mahatinggi, dan damai di bumi; rahmat dan berkat mengalir dari surga kepada manusia mulai dari sekarang sampai selama- lamanya.” Sementara kita berkumpul di sekeliling Pohon Natal kita, kiranya kita mengucap syukur atas karunia iman, senantiasa menyimpan kisah kelahiran Sang Juruselamat dalam hati kita, dan menyimak nyanyian pujian para malaikat.
Lalu kebaikan apa yang juga bisa dipetik dari tradisi Santo Klaus? Perlu diketahui Santo Klaus nama aslinya adalah Nikolas. Beliau adalah seorang pengikut Yesus Kristus. Kita harus menyikapi tradisi inipun dari kaca mata iman Kristiani yang dewasa di dalam Hikmah Al-Masih (Pikiran Kristus). St. Nikolas adalah seorang yang kaya dan shaleh hatinya, semasa hidupnya dia sangat senang membantu orang-orang yang kesusahan dalam hal ekonomi. Dalam hal memberi beliau menerapkan Sabda Yesus ini,"Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." Oleh karena itu setiap beliau memberi pasti secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan orang lain dengan maksud tidak mencari muka/pujian manusia melainkan perkenanan Hati Allah. Dalam mengabdi Kristus begitu besar teladan iman yang hidup yang Santo Nikolas telah tunjukkan. Semoga Tuhan mendewasakan kita sekalian dalam iman yang sesuai Hikmah Al-Masih. Amin. Selamat Idul Milad (Hari Raya Natal) 2014 dan tahun baru 2015. BERKAH DALEM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.